Brief Summary of Undang-Undang Minerba Nomor 3 Tahun 2020

Rancangan Undang-Undang (RUU) Minerba disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tanggal 12 Mei 2020 dan ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, sebulan setelah disahkan, tepatnya pada tanggal 10 Juni 2020. RUU Minerba ini dianggap terlalu terburu-buru dalam pengesahannya karena dibahas dan disahkan serta ditandatangani di saat negara sedang sibuk dengan kasus Covid-19. Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi UU 3/2020 adalah hal yang saat ini menjadi masalah karena dinilai tidak adanya urgensi perubahan UU 4/2009 dan UU 3/2020 ini akan diuji formil jika gugatan tim penggugat diterima Mahkamah Konstitusi karena dinilai cacat formalitas dan cacat substansi.

Namun, terlepas dari itu semua, apa sih yang menjadi pertimbangan perubahan UU 4/2009? Salah satu pertimbangan perubahan UU Minerba adalah pentingnya peranan pertambangan mineral dan batubara dalam memberikan nilai tambah secara nyata bagi pertumbuhan ekonomi nasional dan pembangunan daerah secara berkelanjutan, namun penyelenggaraannya masih terkendala kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, perizinan, perlindungan terhadap masyarakat terdampak, data dan informasi pertambangan, pengawasan, dan sanksi, sehingga penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara kurang berjalan efektif dan belum dapat memberi nilai tambah yang optimal. UU Minerba lama masih belum dapat menjawab perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara, sehingga perlu dilakukan perubahan agar dapat menjadi dasar hukum yang efektif, efisien, dan komprehensif dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara.

Dalam kesempatan kali ini, kita akan melihat perubahan-perubahan penting yang ada dalam UU 3/2020. Sebelum adanya perubahan UU Minerba, UU 4/2009 terdiri dari 26 Bab dengan total 175 Pasal. Dari total 175 pasal tersebut, ada sekitar 21 pasal yang dihapus, 53 pasal yang ditambahkan dan 76 pasal yang diubah (baik itu sebahagian maupun keseluruhan). Dari pasal-pasal yang diubah ataupun ditambahkan tersebut, terdapat beberapa poin penting yang perlu di-highlight, seperti:

1. Kewenangan Pemerintah Pusat

Dalam pasal 4 UU Minerba baru, dinyatakan bahwa Penguasaan Mineral dan Batubara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan kewenangan pemerintah pusat sehingga semua kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang sebelumnya ada di UU 4/2009 sudah dihapuskan dalam UU Minerba yang baru.

2. Wilayah pertambangan

Dalam UU Minerba yang baru, terdapat istilah Wilayah Hukum Pertambangan yang memiliki definisi sebagai seluruh ruang darat, ruang laut, termasuk ruang dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah yakni kepulauan Indonesia, tanah di bawah perairan, dan landas kontinen. Di dalam WHP ini, pemerintah pusat memiliki kewenangan untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian (pasal 6) dalam rangka penyiapan Wilayah Pertambangan (pasal 11). Penyelidikan dan Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi geologi umum, data indikasi, potensi sumber daya dan/atau cadangan Mineral dan/atau Batubara.

Terkait wilayah pertambangan, dalam rangka konservasi Mineral dan Batubara, Pemegang IUP untuk tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral logam atau Batubara dapat mengajukan permohonan persetujuan perluasan WIUP kepada Menteri (Pasal 62A).

3. Perizinan

Jenis-jenis izin usaha ada dalam pasal 35, dimana terdiri atas 9 jenis izin, yaitu:

  • IUP
  • IUPK
  • IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian
  • IPR
  • SIPB
  • Izin Penugasan
  • Izin Pengangkutan dan Penjualan
  • IUJP
  • IUP untuk Penjualan

Jika dibandingkan dengan UU 4/2009, ada dua izin yang baru dikeluarkan yaitu SIPB dan Izin Penugasan.

SIPB (Surat Izin Penambangan Batuan) adalah izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu. Jenis batuan yang diberikan untuk SIPB dibatasi batuan untuk kebutuhan konstruksi dan pembangunan yang menggunakan batuan material lepas (loose material) dan tidak membutuhkan peledakan meliputi tanah urug, tanah liat, kerikil galian dari bukit, kerikil sungai, batukali, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), batugamping. Luas wilayah yang diberikan untuk SIPB adalah maksimal 50 Ha.

Tidak ada definisi yang jelas untuk Izin Penugasan, namun dalam pasal 17B dan 104A, penugasan dapat dilakukan oleh Menteri kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, dan Badan Usaha swasta untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP Mineral Logam dan WIUP Batubara (pasal 17B) serta dalam rangka pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara (pasal 104A).

Badan usaha PMA tidak dapat diberikan IUP untuk komoditas batuan, kecuali yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan.

Selain itu, IUP-OP untuk Pengolahan dan Pemurnian dihilangkan dalam UU Minerba baru ini dan akan khusus diatur oleh Kementrian Perindustrian. Jadi, kewenangan pemberian izin usaha untuk industry pengolahan dan pemurnian yang tidak terintegrasi dengan pertambangan akan berada dibawah kewenangan Kementrian Perindustrian, sedangkan izin usaha pengolahan dan pemurnian yang terintegrasi dengan pertambangan mineral dan/atau batubara akan berada di bawah kewenangan kementrian ESDM.

4. Jaminan perpanjangan izin

Dalam pasal 47, jaminan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi akan diberikan baik untuk pemegang izin pertambangan mineral logam, mineral bukan logam, batuan, batubara, pertambangan mineral logam yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian, dan pertambangan batubara yang terintegrasi dengan dengan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara. selain itu, pada pasal 169A, KK dan PKP2B juga diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.

5. Eksplorasi

Dalam pasal 42A dinyatakan bahwa dalam tahap eksplorasi, kelonggaran berupa perpanjangan selama 1 (satu) tahun setiap kali perpanjangan dapat diberikan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Selain itu, dalam rangka konservasi cadangan mineral dan batubara, pemegang IUP atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi wajib melakukan kegiatan Eksplorasi lanjutan setiap tahun dan menyediakan anggaran (pasal 36A). selain itu, Dana Ketahanan Cadangan harus disediakan pada masa Operasi Produksi dengan tujuan untuk kegiatan penemuan cadangan baru (Pasal 112A).

Perpanjangan waktu eksplorasi juga diatur dalam Pasal 42A, dimana pertambangan mineral logam dan batubara dapat diberikan perpanjangan selama 1 (satu) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan.

6. ​​​​​​​​​​​​​​Divestasi

Dalam pasal 112, Badan Usaha pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% (lima puluh satu persen) secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, dan/atau Badan Usaha swasta nasional. Namun, tata cara pelaksanaan dan jangka waktu divestasi masih akan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

​​​​​​​7. Peningkatan nilai tambah mineral dan batubara

Peningkatan nilai tambah untuk mineral dan batubara sudah sangat jelas digawangkan di UU Minerba sebelumnya dan di dalam UU 3/2020, hal ini tepatnya diatur dalam Pasal 102. Pemegang IUP dan IUPK wajib melakukan pengolahan dan pemurnian untuk mineral logam, pengolahan untuk mineral bukan logam dan batuan dan wajib melakukan pengembangan dan/atau pemanfaatan batubara. Pengolahan dan Pemurnian pun memiliki definisi yang berbeda di dalam UU Minerba yang baru ini dan diwajibkan untuk pemegang IUP dan IUPK Mineral Logam untuk melakukan pengolahan dan sekaligus pemurnian.

Untuk batubara, peningkatan nilai tambah dapat berupa Pengembangan dan/atau Pemanfaatan batubara, yaitu upaya untuk meningkatkan mutu Batubara dengan atau tanpa mengubah sifat fisik atau kimia Batubara asal. Potensi pengembangan batubara dapat berupa gasifikasi batubara (coal gasification), pembuatan kokas (cokes making), underground coal gasification (UCG), pencairan batubara, peningkatan mutu, pembuatan briket, dan lain sebagainya. Sedangkan pemanfaatan batubara dapat berupa pembuatan PLTU mulut tambang yang digunakan untuk kepentingan industry pertambangan dan masyarakat sekitar.

Dalam hal peningkatan nilai tambah, perusahaan-perusahaan yang masih dalam proses pembangunan fasilitas pengeolahan dan/atau pemurnian masih diberikan izin untuk mengekspor bahan mentah selama 3 tahun kedepan sejak UU Minerba baru ini diundangkan.

​​​​​​​8. IUJP dan jalan pertambangan

Izin Usaha Jasa Pertambangan dalam UU Minerba baru ini dapat melakukan kegiatan usaha pertambangan seperti ore getting atau coal getting, dimana sebelumnya hanya diperbolehkan untuk para pemegang IUP dan/atau IUPK.

Terkait jalan tambang, pemegang IUP atau IUPK dapat membangun sendiri jalan pertambangan atau bekerja sama dengan pemegang IUP atau IUPK lain dalam menggunakan jalan pertambangan yang sama setelah memenuhi aspek keselamatan pertambangan. Selain itu, pemegang IUP dan IUPK dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum termasuk jalan umum untuk keperluan Pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 91)

​​​​​​​9. Pertambangan rakyat

Pertambangan rakyat merupakan salah satu hal yang banyak mengalami perubahan dalam UU Minerba baru ini. Salah satunya adalah telah dihilangkannya IPR untuk batubara (Pasal 66). Namun, kedalaman dan luas area IPR ditambahkan menjadi 100-meter dan 100 Ha, dimana sebelumnya kedalaman tambang hanya mencapai maksimal 25 meter dengan luas 25 Ha. Selain itu, akan diberlakukan iuran pertambangan rakyat sebagai penambahan jenis pendapatan daerah (pasal 128) dan salah satu kewajiban pemegang IPR wajib adalah membayar iuran ini (Pasal 70). Iuran ini akan menjadi bagian dari struktur pendapatan daerah berupa pajak dan/atau retribusi daerah yang penggunaannya untuk pengelolaan tambang rakyat.

​​​​​​​10. Peran BUMN

Peran BUMN semakin dikuatkan dalam UU Minerba baru ini. BUMN diberikan privilege untuk dapat memiliki lebih dari satu IUP dan/atau IUPK. Selain itu, BUMN atau badan usaha milik daerah mendapat prioritas dalam mendapatkan IUPK (Pasal 75).

​​​​​​​11. Reklamasi dan pascatambang

Dalam Pasal 123A, pemegang IUP atau IUPK pada tahap Operasi Produksi wajib untuk melaksanakan Reklamasi dan Pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan 100% (seratus persen). Jika hal ini tidak dilaksanakan saat IUP atau IUPK dicabut atau berakhir, maka akan mendapatkan sanksi tegas berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak 100 miliar rupiah (Pasal 161B).

​​​​​​​12. Sanksi-sanksi

Selain peringatan tertulis, penghentian sementara dan pencabutan izin usaha, sanksi administratif yang diberikan kepada pemegang izin usaha yang melanggar juga akan berupa denda, dimana besaran denda ini akan disesuaikan dengan jenis pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang izin usaha. Sanksi-sanksi ini terdapat dalam Pasal 151 hingga Pasal 164.

Dari beberapa perubahan yang ada dalam UU Minerba yang baru, masih banyak hal-hal yang perlu penjelasan dan definisi detail. Misalnya istilah “integrasi” dalam rangka pemberian insentif jangka waktu perizinan yang lumayan lama untuk izin usaha pertambangan yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan/atau pemurnian. Istilah “integrasi” dalam kalimat ini perlu didefinisikan lebih jelas agar tidak menimbulkan pertanyaan atau persepsi yang berbeda-beda. Selain itu, perlu pula untuk memperjelas maksud dari “divestasi 51% yang berjenjang” itu akan seperti apa. Hal lain yang mungkin perlu diperhatikan juga adalah sentralisasi kewenangan pemerintah pusat dan konsep pendelegasian ke pemerintah daerah serta sistem pengawasan akan seperti apa; konsep wilayah hukum pertambangan; konsep penugasan dalam rangka penyelidikan dan penelitian; syarat-syarat dalam pemberian perpanjangan waktu kegiatan eksplorasi, dan masih banyak lagi hal lainnya.

Hal-hal tersebut di atas harus diperjelas dalam peraturan turunan dari UU Minerba baru ini. Direncanakan bahwa akan ada 3 turunan Peraturan Pemerintah (PP) dari UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 yaitu PP tentang Wilayah Pertambangan, PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan, dan PP tentang Pembinaan dan Pengawasan serta Reklamasi dan Pascatambang. Peraturan pemerintah turunan UU 3/2020 ini ditargetkan selesai dalam 6 bulan kedepan atau hingga akhir tahun 2020. Dan semoga PP turunan UU Minerba ini bisa memperjelas dan tidak menimbulkan persepsi yang berbeda-beda kedepannya. ​​​​​​​

front_page: no

Other Recent News

Other Recent How We Assist News

Other Recent Pages